Handoko Kusalaviro

Thursday, October 21, 2010

syariah part 1

Syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian yang berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, penyertaan modal, jual beli, sewa menyewa, pengiriman uang dan berbagai jasa bank lainnya (Azra, Adhly dkk.Pembiayaan Agribisnis Syariah.IPB.2010)

Tujuan adanya sistem perbankan syariah antara lain untuk membentuk suatu sistem bisnis dan perekonomian yang sesuai dengan syariah Islam, dengan meniadakan sistem riba atau bunga yang telah menjadikan uang sebagai sebuah komoditi. Di dalam buku Credit Management Handbook (Rivai,Veithzal dan Andira P, Veithzal, 2006) tertulis bahwa prinsip syariah meniadakan transaksi yang mengambil sejumlah keuntungan dalam meminjamkan uang. Di dalam perbankan syariah, perbankan maupun lembaga pembiayaan berfungsi sebagai intermediasi yang dilakukan dengan cara membelikan barang yang dibutuhkan nasabah (barang modal).

Sesuai dengan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) nomor PER-03/BL/2007 tentang kegiatan perusahaan pembiyaan berbasis syariah. Adapun kegiatan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang tertuang dalam peraturan di atas antara lain:
a. sewa guna usaha, yang dilakukan berdasarkan:
1. Ijarah
2. Ijarah Muntahiyah Bittamlik
b. anjak piutang, yang dilakukan berdasarkan Wakalah bil Ujrah
c. pembiayaan konsumen, yang dilakukan berdasarkan:
1. Murabahah
2. Salam
3. Istishna'
d. usaha kartu kredit, yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah
e. kegiatan pembiayaan lainnya yang dilakukan sesuai dengan prinsip syariah


Ijarah
Ijarah adalah akad yang terjalin antara pemesan sebagai pihak 1 dengan seorang produsen suatu barang atau yang serupa sebagai pihak ke-2, agar pihak ke-2 membuatkan suatu barang sesuai yang diinginkan oleh pihak 1 dengan harga yang disepakati antara keduanya.
persyaratan akad istishna seperti :
1. Penyebutan & penyepakatan kriteria barang pada saat akad dilangsungkan, persyaratan ini guna mencegah terjadinya persengketaan antara kedua belah pihak pada saat jatuh tempo penyerahan barang yang dipesan.

2. Tidak dibatasi waktu penyerahan barang. Bila ditentukan waktu penyerahan barang, maka akadnya secara otomastis berubah menjadi akad salam, sehingga berlaku padanya seluruh hukum-hukum akad salam, demikianlah pendapat Imam Abu Hanifah. Akan tetapi kedua muridnya yaitu Abu Yusuf, dan Muhammad bin Al Hasan menyelisihinya, mereka berdua berpendapat bahwa tidak mengapa menentukan waktu penyerahan, dan tidak menyebabkannya berubah menjadi akad salam, karena demikianlah tradisi masyarakat sejak dahulu kala dalam akad istishna'. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk melarang penentuan waktu penyerahan barang pesanan, karena tradisi masyarakat ini tidak menyelisihi dalil atau hukum syari'at. (Al Mabsuth oleh As Sarakhsi 12/140 & Badai'i As Shanaai'i oleh Al Kasaani 5/3)

3. Barang yang dipesan adalah barang yang telah biasa dipesan dengan akad istishna'. Persyaratan ini sebagai imbas langsung dari dasar dibolehkannya akad istishna'. Telah dijelaskan di atas bahwa akad istishna' dibolehkan berdasarkan tradisi umat Islam yang telah berlangsung sejak dahulu kala. Dengan demikian, akad ini hanya berlaku dan dibenarkan pada barang-barang yang oleh masyarakat biasa dipesan dengan skema akad istishna'. Adapun selainnya, maka dikembalikan kepada hukum asal (Badai'i As Shanaai'i oleh Al Kasaani 5/3, Fathul Qadir oleh Ibnul Humamm 7/115 & Al Bahru Ar Raa'iq oleh Ibnu Nujaim 6//185) (Ustadz Muhammad Arifin Badri,2009)

Obyek Ijarah adalah berupa barang modal yang memenuhi ketentuan antara lain:
a. obyek Ijarah merupakan milik dan atau dalam penguasaan Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir);
b. manfaat obyek Ijarah harus dapat dinilai;
c. manfaat obyek Ijarah harus dapat diserahkan Penyewa (musta’jir);
d. pemanfaatan obyek Ijarah harus bersifat tidak dilarang secara syariah (tidak diharamkan);
e. manfaat obyek Ijarah harus dapat ditentukan dengan jelas; dan
f. spesifikasi obyek Ijarah harus dinyatakan dengan jelas, antara lain melalui identifikasi fisik, kelaikan, dan jangka waktu pemanfaatannya.
Ijarah Muntahiyah Bittamlik
Berdasarkan Peraturan Ketua badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa.

Obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik adalah berupa barang modal yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. obyek Ijarah Muntahiah Bit Tamlik merupakan milik Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir);
b. manfaatnya harus dapat dinilai dengan uang;
c. manfaatnya dapat diserahkan kepada penyewa (musta’jir);
d. manfaatnya tidak diharamkan oleh syariah Islam;
e. manfaatnya harus ditentukan dengan jelas; dan
f. spesifikasinya harus dinyatakan dengan jelas, antara lain melalui identifikasi fisik, kelaikan, dan jangka waktu pemanfataannya.

Murabahah


Murabahah, pada hakekatnya adalah menjual barang dengan harga (modal) nya yang diketahui kedua belah transaktor (penjual dan pembeli) dengan keuntungan yang diketahui keduanya. Adapun beberapa keuntungan dalam Murabahah seperti :
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepaki.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik bank.
Obyek Murabahah harus memenuhi ketentuan paling kurang:
a. dapat dinilai dengan uang;
b. dapat diterima oleh konsumen;
c. tidak dilarang oleh syariah Islam; dan
d. spesifikasinya harus dinyatakan dengan jelas, antara lain melalui identifikasi fisik, kelaikan, dan jangka waktu pemanfataannya.

Salam

salam adalah suatu akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barnag dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati semua pihak. Dalam jual beli jenis ini, barang yang dijadikan barang modal belum ada (masih dalam proses produksi maupun proses pemesanan)
Dalam prakteknya, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau cicilan. Harga jual yang yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Ketika bank menjualnya secara tunai disebut dengan pembiayaan talangan (bridging financing). Ketika bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual itu dicantumkan dalan akad jual beli.yang jika disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Misalnya, pembelian komoditi pertanian oleh bank yang kemudian dijual kembali oleh bank secara tunai atau cicilan.

Istishna

istishna' merupakan bentuk khusus dari akad Bai'as¬salam, oleh karena itu ketentuan dalam Bai` Al istishna' mengikuti ketentuan dan aturan Bai'as-salam. Pengertian Bai' Al istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dengan produsen (pembuat ba¬rang). Kedua belah pihak harus saling menyetujui atau sepakat lebih dulu tentang harga dan sistem pembayaran. Kesepakatan harga dapat dilakukan tawar-menawar dan sistem pembayaran dapat dilakukan di muka atau secara angsuran per bulan atau di belakang.

perbedaan antara istishna dengan salam hanyalah pada proses transaksi pembayaran dari barang modal tersebut.

Qardh
Qardh sebagai produk pembiayaan (permodalan) bagi usaha kecil – mikro
dikenal dengan istilah Qardh Al Hasan. Sifat Qardh tidak memberikan
keuntungan finansial bagi pihak yang meminjamkan. Dana Qardh Al Hasan dapat
bersumber dari dana Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS).

Qardh yang menghasilkan manfaat diharamkan jika disyaratkan, misalnya
seseorang meminjamkan sejumlah uang kepada koleganya dengan syarat ia
dinikahkan dengan anaknya. Larangan ini sesuai dengan Hadist Rasulullah SAW
yang melarang mereka yang melakukan Qardh dengan mensyaratkan manfaat. Jika
peminjam yang memberikan manfaat tambahan tanpa diminta atau disyaratkan,
maka hal itu dianggap sebagai hadiah.

Transaksi Qardh dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syarat yang telah
ditentukan.
Rukun Qardh adalah:
1. Peminjam (muqtarid);
2. Pemberi pinjaman (muqrid);
3. Dana (qard)
4. Serah terima (ijab qabul)

Sedangkan syarat yang harus dipenuhi adalah:
1. Dana yang digunakan ada manfaatnya;
2. Ada kesepakatan diantara kedua belah pihak.

salah satu sumber dana Qardh dapat diperoleh dari dana zakat yang dipisahkan untuk pengembangan usaha produktif bagi fakir miskin serta dana infaw dan shadawah yang dihimpun secara profesional. melalui skim Qardh al Hasan, para penerima dana dilatih untuk bertanggung jawab terhadap dana yang diterimanya dan harus dapat menjadikan taraf hidupnya meningkat dari sebelum yang bersangkutan menerima qardh.

Hal yang diperbolehkan pada Qardh
Madzhab Hanafi berpendapat, Qardh dibenarkan pada harta yang memiliki kesepadanan, yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak meyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa, telur. Tidak diperbolehkan melakukan qardh atas harta yang tidak memiliki kesepadanan, baik yang bernilai seperti binatang, kayu dan agrarian, dan harta biji-bijian yang memiliki perbedaan menyolok, karena tidak mungkin mengembalikan dengan semisalnya.
Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat, diperbolehkan melakukan qardh atas semua harta yang bisa diperjualbelikan objek salam, baik ditakar, atau ditimbang, seperti emas, perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-barang dagangan, binatang dan sebagainya, seperti harta-harta, biji-bijian.
Hak kepemilikan dalam Qardh menurut Abu Hanifah dan Muhammad – berlaku melalui Qabdh (penyerahan).Jika seseorang berhutang satu mud gandum dan sudah terjadi qabdh, maka ia berhak menggunakan dan mengembalikan dengan semisalnya meskipun muqridh meminta pengembalian gandum itu sendiri, karena gandum itu bukan lagi miliki muqridh. Yang menjadi tanggung jawab muqtaridh adalah gandum yang semisalnya dan bukan
gandum yang telah diutangnya, meskipun Qardh itu berlangsung.
Fasilitas Al Qardh diberikan kepada mereka yang memerlukan pinjaman konsumtif jangka pendek untuk tujuan-tujuan yang urgen dan mendesak. Dalam praktek
perbankan modern, diberikan kepada para pengusaha kecil yang kekurangan dana, tetapi memiliki prospek bisnis yang sangat baik.

Karakteristik Qardh :
a). Qardh dimiliki dengan serah terima, ketika ia telah diterima oleh mustaqridh maka telah menjadi miliknya dan berada dalam tanggung jawabnya.
b). Al Qardh biasanya dalam batas waktu tertentu, namun jika tempo pembayarannya diberikan maka akan lebih baik, karena lebih memudahkannya lagi.
c). Jika barang asli yang dipinjamkan masih ada seperti semula maka harus dikembalikan dan jika telah berubah maka dikembalikan semisalnya atau seharganya.
d). Diharapkan segala persyaratan yang mengambil keuntungan apapun bagi muqridh dalam qardh, karena menyerupai riba, bahkan termasuk dari macam riba.
5. Biaya Yang Dibebankan Pada Peminjam
Untuk menghindarkan diri dari riba, biaya administrasi pada pinjaman Qardh :
a). Harus dinyatakan dalam nominal bukan persentase.
b). Sifatnya harus nyata, jelas dan pasti serta terbatas pada halhal yang mutlak diperlukan untuk terjadinya kontrak.
6. Ketentuan dan Syarat Sah

Ketentuan dan syarat sah Qardh :
a). Qardh harus tertentu dalam takaran, timbangan atau jumlah.
b). Jelas kriteria sifat atau besarnya dan jika pada hewan maka dalam batasannya umur.
c). Qardh harus dilakukan orang yang boleh mengelola harta ( jaiz tashorruf ), maka tidak boleh qardh dari orang yang ditahan dari mengelola hartanya ( mahjuur )
atau dari anak kecil atau dari orang yang tidak memiliki barang tersebut.
d). Tidak menarik keuntungan dari Qardh yang dibayarkan.
e). Tidak boleh digabungkan dalam qardh, akad yang lain seperti akad jual beli dan lainnya.

dalam perkembangannya, pembiayaan berbasis syariah saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, namun ada beberapa hal yang menjadi kelemahan dan bisa menjadi peluang ke depannya.
Kelemahan yang mungkin terjadi adalah kurangnya pemahaman tentang syariah secara menyeluruh dan kurangnya sektor pembiayaan yang mengarah pada investasi sektor riil.


sumber
Arifin Badri,Muhammad.Akad Istishna'.2009
Azra, Adhly dkk.Pembiayaan Agribisnis Syariah.IPB.2010
Ismail,Idris. Mengenal Operasional Perbankan Syariah.2009
Rivai,Veithzal dan Andira P, Veithzal, Credit Management Handbook.2006
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No PER -04/ BL/2007
dan sumber-sumber lainnya

1 comment: